sekedar mendokumentasikan apa yang perlu didokumentasikan

Posts Tagged ‘koruptor’

Hukum Mati Koruptor? Ayo!

In Hukum & Politik on June 25, 2009 at 4:58 pm

INILAH.COM, Jakarta. Efek perbuatan korupsi itu mengerikan. Membawa negara ke gerbang kehancuran. Maka, koruptor pantas dibikin kapok. Caranya: dihukum mati. Bahkan, Presiden SBY pun sudah membuka pintu bagi kemungkinan itu.

Lewat juru bicara kepresidenan Andi Malarangeng, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa pemerintah tidak menutup kemungkinan dijatuhkannya hukuman mati terhadap para koruptor.

Andi mengatakan, peluang ke arah itu terbuka lebar setelah dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dinyatakan Undang-Undang Nomor 20/2001.

Pasal 2 ayat 2 di undang-undang itu menyebutkan: Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Tentu, para ahli hukum bisa melakukan interpretasi hukum atas ayat itu. Dan, interpretasi yang mengarah pada penerapan hukuman mati untuk koruptor pun tidak lagi mustahil.

Pro kontra terkait perlunya hukuman mati diterapkan bagi koruptor, memang, masih ramai. Pihak yang kontra berpegang pada prinsip HAM. Menurut mereka, masih ada bentuk hukuman lain yang juga bisa menimbulkan efek jera. Hukuman berupa kurungan badan seumur hidup, misalnya.

Pihak yang pro, tentu, lebih banyak. Khususnya dari kalangan publik. Sebab, fakta menunjukkan betapa negeri ini makin lama makin mengarah ke jurang kehancuran dan korupsi jadi salah satu penyebab utamanya.

Sebagaimana pernah dinyatakan Gunnar Myrdal, Indonesia adalah negara lemah dan terlalu permisif terhadap berbagai kelemahan yang menghancurkan. Di negeri ini, tak pelak, berkembang biak korupsi di segala lapisan kehidupan sehari-hari.

Publik sesungguhnya sudah lelah dan muak. Kerap kali koruptor dijerat, tapi tak berapa lama kemudian kembali merajalela.

“Siapapun yang pelaku tindak korupsi harus dibikin kapok,” kata Denny Indrayana, pengamat dan doktor hukum dari UGM. Ia termasuk yang berada di garda terdepan menyuarakan koruptor harus dihukum mati. Ia yakin, jika hukuman itu diberlakukan, orang akan lebih takut melakukan korupsi.

Kini, ketika proses hukum terhadap terdakwa kasus korupsi masih saja tarik ulur, bahkan bisa juga terjadi ‘jungkir balik’, yang namanya penyalahgunaan wewenang itu terus menjalar. Di tingkat parlemen, para wakil rakyat yang terhormat itu, malah terbongkar pula praktik korupsi berjamaah.

Kontradiksi kondisi itu betul-betul menyakitkan. Ketika rakyat kebanyakan mengais rezeki untuk sekadar hidup dengan kerja keras nyaris sepanjang waktu, di bagian lain ada yang berkipas-kipas menikmati hasil jarahan atas uang negara yang notabene juga uang rakyat.

Dalam soal ini, tak perlu bangsa ini malu berkaca kepada China. Ketika dilantik jadi Perdana Menteri China pada 1998, Zhu Rongji menyatakan, “Berikan saya 100 peti mati, 99 akan saya kirim untuk para koruptor. Satu buat saya sendiri jika saya pun melakukan hal itu.”

Zhu tidak asal bicara. Cheng Kejie, pejabat tinggi Partai Komunis China, dihukum mati karena terlibat suap US$ 5 juta. Tanpa ampun. Permohonan banding Wakil Ketua Kongres Rakyat Nasional itu ditolak pengadilan.

Zhu di awal tugasnya mengirim peti mati kepada koleganya sendiri. Hu Chang-ging, Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi, pun kebagian peti mati itu. Ia ditembak mati setelah terbukti menerima suap berupa mobil dan permata senilai Rp 5 miliar.

Hingga sepuluh tahun ini, mungkin telah ribuan peti mati terpakai sebagai wadah terakhir jasad para koruptor di China. Bukan hanya bagi para pejabat korup, tapi juga pengusaha, bahkan wartawan.

Ketegasan pemerintah China membuat para kera pengembat duit rakyat menggigil jeri. Negara sebesar AS pun sering harus meminta denganhalus kepada mereka. Salah satunya ketika AS minta China merevisi nilai yuannya.

Hasil dari ketegasan itu, China kini jadi negara sehat dan kaya raya. Semua berkat kerja keras dalam menata perekonomian sekaligus membersihkan negara dari korupsi. Di semester I 2008, China mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 10% lebih. Pada 2003 saja, devisa mereka mencapai US$ 300 miliar.

Jadi, sepatutnya pemerintah tak ragu lagi. Sepatutnya koruptor dihukum mati sebelum negeri ini dibuat makin lemah oleh korupsi, lalu hanyut terseret arus kehancuran.

.

[http://www.inilah.com//berita/politik/2008/07/29/40976/hukum-mati-koruptor-ayo/]  29/07/2008 Fata Atqia, Kontributor INILAH.COM

Indonesia Perlu Tiru China dalam Berantas Korupsi

In Hukum & Politik on June 25, 2009 at 4:55 pm

execution_china2Medan (arrahmah) – Pemerintah, khususnya penegak hukum di Indonesia perlu belajar dan meniru China yang berani bertindak tegas dengan menjatuhi hukuman mati pejabatnya yang melakukan korupsi.

Sikap pemerintah China tersebut perlu “diacungi jempol” karena sangat melindungi hak hidup sejahtera rakyatnya, kata Presiden LBH Perjuangan Hukum dan Politik, HMK.Aldian Pinem, SH, MH di Medan, Minggu.

Pemerintah China menjatuhi hukuman mati terhadap mantan kepala Distrik Haidan Beijing, Zhou Liangluo karena menerima suap 16 juta yuan atau sekitar 2,2 juta dolar AS selama menjabat posisi itu.

Sedangkan istrinya, Lu Xiaodan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena menerima delapan juta yuan atau sekitar 1,1 juta dolar.

Menurut Pinem, sebagai negara komunis sikap tegas China kepada pelaku korupsi tersebut menunjukkan adanya perlindungan terhadap hak-hak rakyat.

Sedangkan Indonesia yang mengaku negara yang berketuhanan masih menganggap praktik “perampokan uang rakyat” tersebut sebagai kejahatan biasa.

Indikasi tersebut dapat terlihat dari belum disepakatinya batasan yang jelas dalam penjelasan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menjadi patokan pelaku korupsi dapat dijatuhi hukuman mati.

“Elit politik saat ini seolah-olah belum siap menciptakan good goverment (pemerintahan yang bersih) sebagaimana yang digembar-gemborkan,” katanya.

Selain itu, kata Pinem, indikasi tersebut dapat dilihat dengan masih belum malunya pejabat saat ini memamerkan kekayaannya yang kemungkinan besar berasal dari hasil korupsi.

Sebenarnya masyarakat sudah dapat melihat indikasi terjadinya praktik korupsi yang dilakukan seorang pejabat, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Banyak yang belum setahun menerima amanah tersebut tetapi sudah memiliki harta melimpah. “Jika bukan dari korupsi, darimana lagi mereka mendapatkan kekayaan tersebut,” katanya.

Menurut Pinem, jika memang serius memberantas korupsi pemerintah dapat membuat aturan sederhana bahwa pejabat yang memiliki kekayaan melebih gaji dan tunjangan yang didapatkannya dapat diduga korupsi.

Setelah itu pemerintah harus memberikan hukuman maksimal seperti hukuman mati jika sudah terbukti melakukan korupsi.

“Banyak pejabat yang belum takut melakukan korupsi karena belum melihat ada yang mati karena melakukan tindak pidana itu,” kata Pinem menegaskan.

Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Konstitusi, Hukum dan HAM (Puskohham) Sumut, Drs.Ansari Yamamah, MA mengatakan, keengganan pemerintah menjatuhkan hukuman mati karena takut peraturan itu “senjata makan tuan”.

Menurut Ansari, tidak mungkin seseorang akan mau membuat hukuman mati terhadap sebuah tindakan yang diduga sering dilakukannya.

Oknum-oknum tersebut sering “mengkambinghitamkan” hak asasi manusia (HAM) agar hukuman mati terhadap koruptor itu tidak diberlakukan. Padahal praktik korupsi itu sendiri sangat bertentangan dengan HAM, katanya.

.

[http://www.arrahmah.com/index.php/news/read/1710/indonesia-perlu-tiru-china-dalam-berantas-korupsi]